Selasa, 23 Februari 2010

Peristiwa Tewasnya Mallaby oleh Arek Suroboyo


Pada tanggal 30 Oktober 1945 diadakan pertemuan antara Presiden Sukarno, Wapres Moh. Hatta, Menpen Amir Syarifuddin, Gubernur Soerjo, residen Soedirman dengan Mayjen D.C. Hawthorn, pimpinan tentara Sekutu di Jakarta. Sebagai salah satu hasil pertemuan itu dibentuk suatu Kontak Komisi, yang diharapkan dapat memudahkan hubungan kedua belah pihak.Disetujui pula agar tembak-menembak oleh kedua belah pihak dihentikan. Namun dalam kenyataannya, tembak-menembak berlangsung terus. Akhirnya diputuskan para anggota kontak Komisi turun ke lapangan. antara lain yang dikunjungi daerah Jembatan Merah. Disitu terletak gedung Internatio, yang merupakan markas Pasukan Komandan Brigade ke-49 Inggris, yang bertugas di Surabaya. Di seberangnya, para pejuang Arek-arek Suroboyo berada di sekitar Jembatan Merah.

Tembak-menembak sering terjadi antara kedua tempat itu. Pada tanggal 30 Oktober 1945, dengan berkendaraan beberapa mobil para anggota Kontak Komisi berusaha menuju gedung Internatio, yang dituntut oleh arek Suroboyo agar dikosongkan oleh tentara Sekutu yang menurut persetujuan harus ditarik mundur ke Tanjung Perak. Di antara para anggota Komisi itu terdapat Residen Soedirman, Doel Arnowo, T.D. Kundan, Brigjen Mallaby. Hari sudah mulai gelap ketika rombongan itu melalui tempat perhentian trem listrik, yang terletak beberapa belas meter sebelah utara Jembatan Merah ke arah gedung Internatio.
Di situlah mobil yang ditumpangi Brigjen Mallaby terdengar mengalami ledakan sekitar jam 20.30. Ia kemudian ditemukan tewas. Tewasnya Brigjen Mallaby itulah yang menjadi salah satu alasan bagi penggantinya sebagai panglima tentara Sekutu di Jawa Timur, Mayjen E.C. Mansergh, untuk mengeluarkan ultimatum pada tanggal 9 November 1945 agar pihak Indonesia di Surabaya meletakkan senjata selambat-lambatnya jam 06.00 tanggal 10 November 1945.
Ultimatum itu ditolak oleh pihak Indonesia dan pada pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945 tentara Inggris mulai menggempur kota Surabaya dari kapal perang, psawat udara, serta pasukannya yang bergerak dari Tanjung Perak menuju tengah kota. Para pejuang Indonesia mengambil siasat mengundurkan diri dari dalam kota Surabaya dan meneruskan perjuangan dari luar kota.