Sabtu, 26 Desember 2009

Tradisi Pra Aksara & Tradisi Sejarah


PendahuluanSalah satu fungsi sejarah adalah untuk memberikan identitas pada masyarakatnya. Sebuah masyarakat dengan kebudayaan, nilai, norma, tradisi, dan adat istiadat yang sama, pasti memiliki jejak sejarah di masa lampau. Kisah sejarah dianggap perlu untuk menunjukkan jati diri, untuk membedakan dengan msyarakat lain. Kisah sejarah juga dianggap perlu sebagai pengalaman kolektif bersama di masa lampau, bahkan sering kali garis keturunan yang sama sehingga dapat mempererat rasa solidaritas diantara anggota masyarakat secara turun–temurun.


Oleh karena itu, suatu kisah sejarah yang dapat menjelaskan keberadaan suatu kolektif dianggap perlu, baik pada masyarakat sebelum maupun sesudah mengenal tulisan. Tradisi sejarah terbagi dalam 2 masa, yaitu Masa Praaksara dan Masa Aksara.
Kehidupan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan disebut juga dengan kehidupan masyarakat Indonesia zaman prasejarah. Zaman prasejarah sejak manusia ada sampai manusia mengenal tulisan. Zaman itu merupakan suatu zaman yang sangat panjang dalam sejarah kehidupan manusia.
Manusia yang hidup pada zaman prasejarah belum mengenal tulisan. Akibatnya, generasi selanjutnya serta para peneliti tidak mungkin menemukan adanya bukti-bukti tertulis mengenai kehidupan mereka. Mereka hanya meninggalkan benda-benda kebudayaan. Melalui benda-benda ini, para ahli meneliti kehidupan mereka. Para ahli, misalnya, mencoba mengamati secara seksama benda-benda itu dengan cara merekonstruksinya. Kemudian mereka membuat penafsiran atau perkiraan tentang kehidupan pada masa itu. Meski demikian, karena hasilnya hanya berupa penafsiran atau perkiraan belaka, situasi dan kehidupan seperti apa yang sesungguhnya terjadi tetap tidak tersingkap secara penuh.
Namun, bukan berarti bahwa para ahli tidak memberi sumbangan apa-apa. Bagaimanapun juga mereka telah berusaha agar hasil penelitian mereka bisa sedekat mungkin menggambarkan kehidupan manusia pada masa itu. Dan memang, benda-benda itulah yang merupakan satu-satunya bukti yang bisa diteliti.
Secara khusus dalam kehidupan bersama sebagai bangsa, ada dua aspek utama dari peninggalan masa lalu yang tidak boleh dilupakan. Pertama, peninggalan masa lalu yang bersifat material yaitu segala benda buatan manusia sebagai perwujudan dari akalnya. Hasil-hasil ini dapat diraba dan dilihat, misalnya benda-benda kebudayaan.
Kedua, peninggalan masa lalu yang bersifat nonmaterial yaitu terdiri atas alam pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun teratur, misalnya pandangan atau falsafah hidup, cita-cita, etos, nilai, norma, dan lain-lain. Kedua aspek ini tidak bisa dipisah-pisahkan.
Benda-benda material yang diciptakan merupakan cerminan atau pantulan konkret dari pandangan, etos, atau cita-cita hidup suatu bangsa. Dengan kata lain, apa yang dihasilkan merupakan wujud dari apa yang dipikirkan. Setiap bangsa mempunyai cara sendiri-sendiri untuk membuat dua aspek kebudayaan ini tidak dilupakan. Istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi disebut sosialisasi.
Perkembangan teknologi cetak, computer, dan komunikasi dewasa ini memungkinkan untuk mengarsip peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk bisa diolah kembali oleh generasi yang akan datang. Dengan demikian, yang diwariskan tidak hanya benda-benda material, tetapi juga benda-benda nonmaterial. Namun, perkembangan ini tidak terjadi pada masyarakat sebelum mengenal tulisan. Kebudayaan mereka hanya diwariskan secara lisan dan melalui benda-benda kebudayaan.
Ada beberapa cara untuk mewariskan masa lalu pada masyarakat ini, diantaranya :
1.Melalui Keluarga
2.Melalui Masyarakat

a.Melalui Keluarga
Keluarga merupakan dunia sosial yang pertama sekaligus yang paling berkesinambungan bagi seseorang. Di sinilah hubungan sosial intim yang langgeng pertama kali dibangun. Pewarisan oleh keluarga dilakukan secara bertahap, mulai dari yang sederhana dan mudah dipahami menuju ke sesuatu yang kompleks atau rumit. Yang diwariskan adalah kebudayaan material dan kebudayaan nonmaterial. Namun yang sering menjadi pokok perhatian keluarga adalah kebudayaan nonmaterial, seperti pengetahuan dan kepercayaan, nilai, norma, bahasa, dan cerita dongeng.
Nilai mengacu pada gagasan abstrak mengenai apa yang dianggap masyarakat baik, benar, dan diinginkan. Norma adalah perwujudan konkret dari nilai-nilai. Norma mencakup kebiasaan (folkway), adat-istiadat (mores), dan hukum. Bahasa mencakup bahasa tubuh (gestures) dan bahasa verbal. Keluarga mewariskan semuanya ini melalui sosialisasi.
Di bawah ini, ada dua cara sosialisasi dalam keluarga pada masyarakat sebelum mengenal tulisan, yaitu :
Adat-istiadat Setiap keluarga memiliki adat-istiadat atau kebiasaan. Tradisi dan adat kebiasaan tersebut diwariskan kepada seorang anak melalui sosialisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Cerita dongeng Cerita dongeng juga salah satu cara untuk mewariskan masa lalu. Biasanya generasi tua akan menceritakan dongeng-dongeng kepada generasi yang lebih muda. Pada cerita dongeng disisipkan pesan-pesan mengenai sesuatu yang dipandang baik untuk dilakukan maupun mengenai sesuatu dipandang tidak baik dan tidak boleh dilakukan.

b.Melalui Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya (yang diwariskan dari generasi ke generasi), wilayah, identitas, dan berinteraksi dalam suatu hubungan sosial yang terstruktur. Masing-masing anggota dalam masyarakat saling membutuhkan, saling mengisi dan saling melengkapi.
Hal ini disebabkan karena tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat memiliki caranya sendiri-sendiri untuk mewariskan masa lalu.
Masing-masing masyarakat memiliki adat-istiadat yang berbeda satu sama lain. Peyimpangan akan membuat seseorang disisihkan dari lingkungan masyarakat. Sementara itu, masyarakat tidak akan pernah lepas dari masa lalunya. Masa lalunya memberikan suatu gambaran tentang kehidupan masyarakat sehingga bisa dijadikan pedoman hidup.

Seorang sarjana berkebangsaan Belanda, Dr. J.L. Brandes, menemukan 10 pokok kehidupan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan atau sebelum masuknya Hindu-Budha. Salah satu diantaranya adalah pertunjukan wayang. Pertunjukan wayang dilakukan dengan tujuan mendatangkan roh nenek moyang. Dalam pertunjukan wayang juga dinyatakan tentang baik-buruk kehidupan yang dilalui oleh masyarakat, bahkan pada cerita wayang dibahas sebab akibat dari perilaku manusia secara keseluruhan. Pertunjukan wayang sering mengambil lakon cerita tentang kehidupan seorang manusia dalam masyarakat, atau membandingkan kehidupan antar masyarakat. Sampai saat ini, seni wayang masih digemari oleh masyarakat Jawa.
Penelitian seorang sarjana berkebangsaan Perancis, G. Coedes, menyatakan bahwa masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan atau sebelum masuknya Hindu-Budha telah memiliki 10 unsur pokok peradaban. Salah satu dari 10 unsur pokok peradaban itu adalah kepercayaan.


Kepercayaan itu berbentuk animisme, dinamisme dan pemujaan terhadap roh nenek moyang atau roh leluhur. Contohnya, tugu batu (menhir) yang didirikan oleh masyarakat sebagai tanda penghormatan kepada roh leluhur atau roh nenek moyang. Tugu batu itu dikeramatkan oleh masyarakat, bahkan masyarakat menganggap bahwa tugu batu itu memiliki roh atau jiwa atau kekuatan gaib. Oleh karena itu, secara turun-temurun atau dari generasi ke generasi mereka tetap melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang atau roh leluhur melalui tugu batu tersebut. Selain itu terdapat juga benda-benda yang memiliki kekuatan gaib dalam bentuk senjata atau benda-benda lain.

Unsur-unsur Peradaban Masyarakat Indonesia
Berdasarkan penelitian seorang sarjana Perancis yang bernama Coedes dalam bidang peradaban Masyarakat Indonesia sebelum pengaruh Hindu-Budha terdapat 10 unsur peradaban yang dimiliki di antaranya :
1.Memelihara ternak (sapi, unggas, dan lain-lain)
2.Mengenal keterampilan teknik undagi (perundagian)
3.Mengenal pengetahuan pelayaran di samudera luas
4.Sistem kekerabatan matrilineal
5.Kepercayaan animisme, dinamisme, dan pemujaan roh leluhur
6.Mengenal organisasi pembagian air untuk pertanian (irigasi)
7.Kepandaian membuat barang-barang dari tanah liat seperti gerabah atau tembikar
8.Kepercayaan kepada penguasa gunung
9.Cara pemakaman pada dolmen atau kubur batu
10.Mitologi pertentangan antara dua unsur kosmos

Sedangkan sarjana purbakala Dr. Brandes menyatakan bahwa menjelang masuknya pengaruh Hindu-Budha atau menjelang kehidupan masyarakat Indonesia mengenal tulisan, telah memiliki 10 unsur pokok kebudayaan asli Indonesia, yaitu :
1.Bercocok tanam padi( bersawah)
2.Mengenal prinsip dasar permainan wayang, dengan maksud untuk mendatangkan roh nenek moyang.
3.Mengenal seni gamelan yang terbuat dari perunggu
4.Pandai membatik (tulisan hias)
5.Pola susunan masyarakat macapat, susunan suatu ibukota selalu terdapat tanah lapang atau alun-alun yang dikelilingi oleh istana (keraton), bangunan tempat pemujaan atau upacara agama. Sebuah pasar dan sebuah rumah penjara
6.Telah mengenal alat tukar dalam perdagangan
7.Membuat barang-barang dari logam, terutama perunggu
8.Memiliki kemampuan yang tinggi dalam pelayaran (sebagai bangsa bahari)
9.Mengenal pengetahuan astronomi
10.Susunan masyarakat yang teratur
Jadi, berdasarkan sisa-sisa peninggalan yang ditemukan maka dapat diungkapkan bahwa kehidupan masyarakat nenek moyang Indonesia pada zaman sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha telah memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi.

Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat bangsa Indonesia pada masa itu adalah :
Masyarakat agraris – religius dengan bercocok tanam padi
Memiliki tingkat peradaban yang tinggi (teknologi perundagian) dan pelayaran
Hidup dalam kelompok berdasarkan asas kehidupan gotong royong musyawarah dan mufakat
Merupakan masyarakat komunal dengan asas kesejahteraan bersama

Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum Mengenal Tulisan
Beberapa unsur-unsur kebudayaan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan atau sebelum pengaruh Hindu-Budha, antara lain :
a.Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan dalam masyarakat Indonesia diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Hal ini dibuktikan dengan penemuan lukisan-lukisan pada dinding-dinding goa di Sulawesi Selatan. Lukisan itu berbentuk cap tangan merah dengan jari-jari yang direntangkan. Lukisan itu diartikan sebagai sumber kekuatan atau symbol jari tidak lengkap yang merupakan tanda berkabung dan penghormatan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan terhadap roh nenek moyang ini terus berkembang pada masa bercocok tanam hingga masa perundagian. Hal ini tampak dari makin kompleksnya bentuk upacara-upacara penghormatan, sesaji, dan penguburan.selain penghormatan terhadap roh nenek moyang, ada juga kepercayaan terhadap kekuatan alam,.Adanya kepercayaan semacam ini antara lain terungkap dengan adanya bangunan megalithikum yang dianggap memiliki kekuatan, misalnya sarkofagus. Corak kepercayaan seperti ini dinamakan dinamisme. Corak kepercayaan ini mengakibatkan adanya kepercayaan yang bercorak animisme, yang dianggap unsur-unsur utama alam menyerupai roh.

b.Sistem Kemasyarakatan
Ketika manusia hidup bercocok tanam dan jumlahnya bertambah besar, sistem kemasyarakatan mulai tumbuh. Gotong royong dirasakan sebagai kewajiban yang mendasar dalam menjalani kegiatan hidup, seperti menebang hutan, menangkap ikan, menebar benih, dan lain-lain. Demi menjaga hidup bersama yang harmonis, manusia menyadari perlunya aturan-aturan yang perlu disepakati bersama. Agar aturan ini ditaati, ditentukan seorang pemimpin yang bertugas menjamin terlaksananya kepentingan bersama.
Sistem kemasyarakatan terus berkembang khususnya pada masa perundagian. Pada masa ini sistem kemasyarakatan menjadi lebih kompleks. Masyarakat terbagi menjadi kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Uniknya tugas yang ditangani membuat masing-masing kelompok memiliki aturan sendiri. Meskipun demikian, tetap ada aturan umum yang menjamin keharmonisan hubungan masing-masing kelompok.
c.Pertanian
Sistem persawahan mulai dikenal bangsa Indonesia sejak zaman neoltikum, yakni sejak manusia menetap secara permanen. Perkiraan ini sangat logis mengingat proses bersawah yang cukup lama mengharuskan manusia menetap di suatu tempat dengan waktu relatif lama. Kehidupan gotong royong teraktualisasikan dalam sistem persawahan ini. Semangat gotong royong dalam sistem persawahan terlihat dalam tata pengaturan air dan tanggul. Pada masa perundagian, kemampuan bersawah semakin berkembang mengingat sudah adanya spesialisasi pekerjaan dalam masyarakat.
d.Kemampuan Berlayar
Kemampuan berlayar sudah dialami cukup lama oleh bangsa Indonesia. Kemamapuan berlayar ini terus berkembang di tanah yang baru, mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau. Kemampuan berlayar ini selanjutnya menjadi dasar dari kemampuan berdagang, itulah sebabnya, sejak awal masehi, bangsa Indonesia sudah mulai berkiprah dalam jalur pelayaran perdagangan internasional.
e.Ilmu Pengetahuan
Sebelum pengaruh Hindu-Budha, masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga mengenal ilmu astronomi (ilmu perbintangan) sebagai petunjuk arah dalam pelayaran atau sebagai petunjuk waktu dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, mereka telah dapat mengetahui secara teratur waktu bercocok tanam, panen, atau saat yang tepat untuk berlayar dan menangkap ikan.
f.Organisasi Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa kelompok masyarakatnya. Hubungan masyarakat dalam suatu kelompok sukunya sangat erat. Pola kerjasama dalam hidup bergotong royong dalam suatu kelompok suku sudah terjalin dengan baik.
g.Teknologi
Sejak masa prasejarah, masyarakat Indonesia telah mengenal teknik pengecoran logam. Masyarakat juga telah mengenal teknik pembuatan perahu bercadik. Pembuatan perahu bercadik ini sesuai dengan kondisi alam Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh lautan. Perahu bercadik itu dapat digunakan sebagai sarana transportasi dan sarana dalam perdagangan.
h.Sistem Ekonomi
Masyarakat pada setiap daerah tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Untuk itu, mereka menjadi hubungan perdagangan dengan daerah-daerah lainnya. Hubungan perdagangan yang mereka kenal pada saat itu adalah sistem barter, yaitu pertukaran barang dengan barang.
i.Kesenian
Masyarakat prasejarah telah mengenal kesenian sebagai hiburan untuk mengisi waktu senggang. Waktu senggang itulah yang mereka pergunakan untuk mewujudkan dan menyalurkan jiwa seni mereka seperti seni membuat batik, seni membuat gamelan, seni wayang dan lain-lain. Namun, seni wayang biasanya dipertunjukan setelah panen dengan lakon cerita tentang kehidupan alam sekitar mereka.

A.Masa Pra Aksara
Pada masyarakat yang belum mengenal tulisan (illiterate), pewarisan ingatan tentang peristiwa masa lampau dilakukan melalui tradisi lisan dari generasi ke generasi. Setiap generasi biasanya, selain mewarisi ingatan masa lampau dari generasi sebelumnya, juga mewariskan pengetahuan tersebut kepada generasi berikutnya. Tradisi lisan dapat dianggap sebagai sebuah kesaksian sejarah yang sangat berguna bagi penulisan sejarah.
Sering kali sebuah tradisi lisan mengisahkan pengalaman masa lampau jauh ke belakang di mulai sejak adanya manusia pertama sampai terciptanya suatu kolektif yang di kenal sebagai masyarakat ataupun suku bangsa. Tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau. Tradisi lisan juga mengandung kejadian nilai-nilai, moral, keagamaan, adat-istiadat, cerita-cerita khayal, peribahasa, nyanyian, mantra dan sebagainya.
Karya dalam tradisi lisan biasanya dikenal sebagai bagian folklor. Pengungkapan tradisi lisan sering kali digunakan secara lugas dalam bentuk pepatah, tembang, mitos, legenda, dongeng dan diwariskan sebagai milik bersama serta sebagai simbol identitas bersama.Tradisi lisan dalam bentuk mitos, legenda atau dongeng melukiskan kondisi fakta mental (mentifact) dari masyarakat pendukungnya. Tradisi lisan sebagai ingatan kolektif sering kali disalin dalam bentuk tulisan. Selanjutnya kalian dapat memahami tradisi masyarakat sebelum mengenal tulisan (pra aksara) hingga mengenal aksara (masa aksara) melalui tulisan berikut ini yang dimulai dari Folklor.

a.Folklor
Kata folklor berasal dari bahasa Inggris yaitu folklore, yang berasal dari dua kata dasar yakni folk dan lore. Menurut Alan Dundes, folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalan fisik, sosial, dan kebudayaan yang sama sehingga mereka dapat dibedakan dari kelompok yang lain. Ciri-ciri itu meliputi kesamaan warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan dan agama. Kata Lore menunjuk pada tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau pengingat (mnemonic device). Folklore adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan alat bantu pengingat. Secara keseluruhan Folklore merupakan istilah umum untuk aspek material, spiritual, dan verbal dari suatu kebudayaan yang disampaikan secara oral melalui pengamatan maupun peniruan.
Ciri – ciri folklor :
Penyebaran dan pewarisan secara lisan.
Bersifat tradisional.
Sistem penyebarannya relatif tetap.
Ada dalam versi yang berbeda, karena penyampaian secara lisan memungkinkan adanya perubahan di dalamnya.
Bersifat anonim, karena penciptanya tidak diketahui lagi.
Biasanya mempunyai rumus atau berpola.
Memiliki suatu fungsi dalam kehidupan bermasyarakat.
Bersifat pralogis, karena logikanya sendiri tidak sesuai dengan logika umum.
Menjadi milik bersama (colective) masyarakat tertentu.
Pada umumnya bersifat lugu atau polos.
Fungsi folklor :
Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan – angan suatu kelompok.
Sebagai alat pengesahan pranata – pranata dan lembaga – lembaga kebudayaan.
Sebagai alat pendidikan anak – anak.
Sebagai alat pemaksa dan penggagas norma – norma agar masyarakat selalu mematuhinya.

Tujuh unsur kebudayaan universal :
1)Sistem mata pencaharian hidup (ekonomi).
2)Sistem perlengkapan dan peralatan hidup (teknologi).
3)Sistem kemasyarakatan.
4)Bahasa.
5)Kesenian.
6)Sistem pengetahuan.
7)Sistem religi.

Menurut Koentjaraningrat setiap unsur kebudayaan universal tersebut mempunyai tiga wujud, yaitu:
1)Wujud sistem budaya.
2)Wujud sistem sosial.
3)Wujud kebudayaan fisik.
Jan Harold Brunvand (ahli folklor Amerika Serikat) membagi folklor ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1.Folklor Lisan.
Dikenal juga dengan fakta mental (mentifact) yang meliputi :
a.Bahasa rakyat.
b.Ungkapan tradisional.
c.Pertanyaan tradisional.
d.Sajak dan puisi rakyat.
e.Cerita prosa rakyat.
Mite (myth).
Legenda (legend).
Dongeng (folktale).
f.Nyanyian rakyat.
2.Folklor Sebagian Lisan.
Dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact) yang meliputi :
a.Kepercayaan dan takhayul.
b.Permainan dan hibuaran rakyat.
c.Teater rakyat.
d.Tari rakyat.
e.Adat kebiasaan.
f.Upacara tradisional.
g.Pesta rakyat tradisional.
3.Folklor Bukan Lisan.
Dikenal juga sebagai artefak (artifact) yang meliputi :
a.Arsitektur rakyat.
b.Kerajinan tangan rakyat.
c.Pakaian rakyat.
d.Obat – obatan rakyat.
e.Alat musik tradisional.
f.Peralatan dan senjata khas tradisional.
g.Makanan dan minuman khas daerah.
h.Gerak isyarat tradisional.

a.Mitos.
Mitos ada cerita prosa rakyat yang tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain (khayal) pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya.
Selain berasal dari Indonesia, ada pula yang berasal dari luar negeri. Mitos yang berasal dari luar negeri pada umumnya sudah mengalami pengolahan lebih lanjut sehingga tidak terasa asing lagi.
Mitos di Indonesia biasanya menceritakan terjadinya alam semesta (cosmogany), trjadinya susunan para dewa, dunia dewata (pantheon), dan sebagainya.

b.Legenda.
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh empunya cerita sebgai suatu yang benar-benar terjadi. Legenda sering kali dipandang sebagai sejarah kolektif (folk history).
Jan Harold Brunvand menggolongkan legenda menjadi empat kelompok, yaitu:
1.Legenda Keagamaan
Legenda keagamaan adalah legenda orang orang yang dianggap suci atau saleh. Cerita-cerita tersebut dikenal sebagai hagiografi urgent of the saint yang berarti cerita mengenai orang-orang suci. Di Jawa hagiografi menceritakan tentang riwayat hidup para wali penyebar Islam pada masa yang paling awal. Salah satu contohnya adalah legenda wali sembilan (wali songo) Legenda tentang mereka mudah dikenali sebab makam-makamnya diziarahi pada peringatan kematianya (haul) yang disebut keramat atau punden
2.Legenda Alam Gaib.
Legenda alam gaib biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsinya adalah untuk meneguhkan kebenaran ”takhayul” atau kepercayaan rakyat.
Legenda semacam ini biasanya terbentuk kisah yang benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang, legenda semacam ini adalah untuk meneguhkan kebenaran “takhayul” atau kepercayaan rakyat, contoh legenda ini yaitu kepercayaan terhadap adanya hantu, genderuwo, dan sundel bolong
3.Legenda Perseorangan.
Legenda perseorangan adalah cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap benar-benar terjadi. Di Indonesia legenda semacam ini banyak sekali. Di Jawa Timur legenda yang paling terkenal adalah legenda tokoh Panji.
4.Legenda Setempat.
Legenda setempat adalah cerita yang berhubungan dengan suatu tempat,nama tempat dan bentuk topografi, yaitu bentuk permukaan suatu tempat, berbukit-bukit, berjurang dan sebagainya.Legenda setempat yang berhubungan dengan suatu tempat misalnya legenda Kuningan.

c.Dongeng.
Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusatraan lisan. Cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.
Dongeng terbagi menjadi dua, yaitu:
1.Dongeng Binatang
Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi oleh binatang, baik binatang peliharaan maupun binatang liar.
Bentuk khusus dongeng binatang adalah fabel, yaitu dongeng binatang yang mengandung pesan moral.
2.Dongeng Biasa
Dongeng biasa adalah dongeng yang ditokohi oleh manusia dan biasanya adalah kisah duka seseorang. Di Indonesia dongeng biasa yang populer adalah yang bertipe “cinderella” yaitu seorang wanita yang tak ada harapan (unpromissing heroin). Dongeng biasa yang bertipe cinderella ini bersifat universal karena tersebar ke segala penjuru dunia. Motif-motif dalam dongeng, misalnya : ibu tiri yang kejam; tokoh wanita yang disiksa oleh kakak-kakak dan ibu tirinya; penolong gaib; bertemu dengan pangeran; pembuktian identitas; menikah dengan pangeran.

d.Upacara Adat
Upacara yang berkembang di masyrakat biasanya didasari oleh adanya keyakinan agama, ataupun kepercayaan mereka. Dimaksudkan untuk mendapatkan kemurahan hati para dewa dan untuk menghindarkan diri dari kemarahan para dewa yang sering kali diwujudkan dengan berbagai malapetaka dan bencana alam.
Adakalanya upacara itu terkait dengan legenda yang berkembang dikalangan masyarakatnya tentang asal usul keturunan mereka sehingga upacara itu juga sebagai alat legitimasi tentang keberadaan mereka seperti yang tertuang dalam cerita rakyat.
Upacara Adat secara umum terdiri dari :
•Upacara pemujaan terhadap roh nenek moyang/roh leluhur
•Upacara yang berhubungan dengan kehidupan manusia, seperti : upacara sebelum kelahiran, upacara kelahiran, dan upacara perkawinan
•Upacara yang berhubungan dengan kematian, seperti : upacara 7 hari, upacara 40 hari, dll
•Upacara yang berhubungan dengan alam semesta, seperti : upacara meminta hujan, upacara panen, nyadran, dll

e.Nyanyian Rakyat (folksongs)
Nyanyian rakyat adalah salah satu bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu. Beredar secara lisan diantara masyrakat tertentu dan berbentuk tradisional serta memiliki variasi. Kata–kata dan lagu merupakan satu bentuk kesatuan yang tak terpisahkan. Tetapi, teks yang sama tidak selalu dinyanyikan dengan lagu yang sama. Sebaliknya, lagu yang sama sering dipergunakan untuk menyanyikan beberapa teks nyanyian rakyat yang berbeda. Perbedaan nyanyian rakyat dengan nyanyian pop dan klasik, yaitu:
1.Bentuk dan isi nyanyian rakyat mudah berubah–ubah.
2.tempat peredaran nyanyian rakyat lebih luas.
3.umur nyanyian rakyat lebih panjang dari pada nyanyian pop.
4.penyebaran nyanyian rakyat dilakukan secara lisan.
Nyanyian rakyat berfungsi sebagai :
a.Pelipur lara
b.Pembangkit semangat
c.Memelihara sejarah setempat
d.Protes sosial terhadap ketidakadilan dalam masyarakat, negara bahkan dunia


2.Masa Aksara.
a.Munculnya Tradisi Tulisan di Indonesia
Sebuah naskah kuno yang dapat menghubungkan antara tradisi lisan dengan tradisi tulisan adalah tentang asal-usul abjad Jawa yang lebih dikenal dengan Legenda Aji Saka. Beberapa ahli memiliki kesimpulan yang hampir sama, bahwa legenda Aji Saka ini memiliki hubungan dengan penggunaan kalender Saka yang digunakan di Jawa sebelum kalender Islam dan kalender Jawa diperkenalkan oleh Sultan Agung pada tahun 1633 M. Prasasti tertua yang ditemukan di Nusantara berasal dari abad ke -5 masehi, tarumanegara.namun, keduanya masih menggunakan bahasa sansakerta dan huruf pallawa.
Prasasti dinoyo dari Malang Jawa Timur yang berangka tahun 760 masehi. Sedangkan kitab sastra kakawin Ramayana yang merupakan epos tertua menurut Stutterheim baru ditulis akhir abad ke-9 Masehi.

b.Rekaman Tertulis Dalam Tradisi Sejarah Masyarakat Berbagai Daerah di Indonesia.
Cerita-cerita dari berbagai daerah dapat memberi petunjuk ke arah fakta-fakta sejarah dari suatu suku bangsa. Setelah suku bangsa yang bersangkutan mengenal tulisan tradisional dan mempunyai suatu kesusastraan tradisional, maka petunjuk ke arah fakta-fakta sejarah itu semakin banyak dan semakin jelas. Terdapat ribuan naskah-naskah hasil karya kesusastraan tradisional yang sampai pada kita sekarang. Naskah-naskah yang banyak dikenal dalam tradisi tulis berupa : kakawin, serat, babad, piwulang, primbon, suluk, tembang, dongeng, dan sebagainya. Karya-karya itu menurut James Dananjaya dapat digolongkan sebagai folklor yang dapat digunakan sebagai sumber penulisan sejarah.

1.Prasasti.
Prasasti merupakan peninggalan tertulis yang dipahatkan pada batu atau logam. Ada sekitar 3000 prasasti telah ditemukan yang berasal dari zaman Indonesia klasik. Prasasti merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh raja atau pejabat tinggi kerajaan.
Prasasti-prasasti ini pada umumnya mempunyai bentuk dan susunan yang hampir serupa, yaitu :diawali dengan uraian pembebasan tanah disertai dengan angka tahun, batas serta ukuran tanah yang dibebaskan, daftar orang-orang yang diserahi melaksanakan tugas, hadiah-hadiah yang disediakan untuk keselamatan, selanjutnya upacara-upacara yang dilakukan dan akhirnya kutukan-kutukan terhadap mereka yang tidak mentaati apa yang ditetapkan oleh raja.
Pada abad ke-4 sampai dengan ke-8 prasasti di Nusantara menggunakan huruf pallawa dan bahasa sansakerta, prasasti-prasasti tersebut biasa ditulis dalam bentuk syair dengan menggunakan kaidah-kaidah dari India.
Prasasti-prasasti yupa yang dikeluarkan oleh raja mulawarman di Kutai, kalimantan timur, menunjukan proses penghinduan. Akan tetapi, di Sumatra prasasti-prasasti Sriwijaya sudah ditulis dengan bahasa melayu kuno. Huruf pallawa di Indonesia berubah menjadi huruf Kawi (Jawa kuno).bentuk huruf atau simbol-simbol yang digunakan dalam huruf Kawi merupakan bentuk khas Jawa.
Pada umumnya prasasti berisi tentang :
Penghormatan kepada dewa.
Angka tahun dan penanggalan.
Menyebut nama raja.
Perintah kepada pegawai tinggi.
Penetapan daerah sima (daerah bebas pajak).
Sambhada (sebab musabab suatu daerah dijadikan daerah sima).
Para saksi.
Desa perbatasan daerah sima (wanua tpisring)
Hadiah yang diberikan dari daerah sima kepada raja, pendeta, dan para saksi.
Jalannya upacara.
Tontonan yang diadakan.
Kutukan atau sumpah serapah kepada yang melanggar peraturan.

Berdasarkan bahasa dan tulisan yang dipergunakan, prasasti di Indonesia dapat dibagi sebagai berikut:
a.Prasasti berbahasa Sansekerta.
Prasasti yang menggunkan bahasa sansekerta. Digunakan oleh kerjaan dari abad ke-5 sampai ke-9.
Menggunakan tiga jenis huruf, yaitu:
1)Huruf Pallawa.
2)Huruf Pra – Nagari atau huruf Siddham.
3)Huruf Jawa kuno (kawi)

b.Prasasti berbahasa Jawa Kuno.
Prasasti yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Dipakai pada abad ke-10.
Menggunakan dua jenis huruf, yaitu:
1)Huruf Jawa kuno.
2)Huruf Pra – Nagari (Siddham).

c.Prasasti berbahasa Melayu Kuno.
Prasasti yang menggunakan bahasa Melayu Kuno.

d.Prasasti berbahasa Bali Kuno.
Prasasti yang menggunakan bahasa Bali Kuno, merupakan peninggalan kerajaan di Bali.

2.Kitab Kuno
Kitab merupakan sebuah karya sastra para pujangga pada masa lampau yang dapat dijadikan petunjuk untuk menyingkap suatu peristiwa sejarah. Kerajaan-kerajaan besar di masa lampau memberikan kedudukan yang istimewa kepada para pujangga. Namun tulisan-tulisan para pujangga itu tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan, sehingga tulisan itu seringkali tidak netral. Kitab Kuno di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Zaman Hindu-Budha dan Zaman Islam.
1)Zaman Hindu – Budha.
Pada zaman kerajaan Hindu – Budha berkembang di Indonesia, kesusastraan di bagi menjadi:
Zaman Mataram (abad ke – 9 dan ke – 10).
Zaman Kediri (abad ke – 11 dan ke – 12).
Zaman Majapahit I (abad ke – 14), dengan bahasa jawa kuno.
Zaman Majapahit II (abad ke – 15 dan ke – 16), dengan bahasa Jawa Tengahan. Sebagian berkembang di Bali.
Hasil – hasil kesustraan zaman Indonesia klasik ditulis dalam bentuk gancaran (prosa) dan tembang (syair).

Ditinjau dari segi isi, maka kitab – kitab kuno dari zaman Hindu – Budha dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
Tutur atau kitab keagamaan.
Sastra atau kitab hukum, termasuk di dalamnya kitab – kitab, sasana yang berisi peraturan – peraturan untuk golongan masyarakat tertentu.
Wiracarita atau cerita kepahlawanan.Kitab sejarah.
Hasil–hasil kesusastraan dari zaman Majapahit yang dimaksud sebagai kitab sejarah selain kitab sastra adalah sebagai berikut :
a.Nagarakertagama.
Kitab ini mempunyai peran besar dalam penulisan sejarah Indonesia. Kitab ini menguraikan sejarah kerajaan Singosari dan Majapahit.
b.Pararaton.
Diperkirakan kitab ini berasal dari tradisi lisan sehingga tidak ditemukan nama pengarangnya.
c.Sundayana.
Kitab ini menceritakan nasib raja Sunda, Sri Baduga Maharaja yang datang ke Majapahit untuk mengantarkan putrinya.
d.Panji Wijayakrama.
Kitab ini menceritakan tentang riwayat Raden Wijaya sampai dengan menjadi raja Majapahit.
e.Ranggalawe.
Mengisahkan tentang pembrontakan Ranggalawe dari Tuban terhadap raja Jayanegara.
f.Sorandaka.
Mengisahkan pemberontakan Sora terhadap raja Jayanegara.
g.Pamancangah.
Mengesahkan sejarah para Dewa Agung dari kerajaan Gelgel (Bali).
h.Usana Jawa.
Menceritakan penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar.
i.Usana Bali.
Menceritakan kekacauan di Bali disebabkan mengganasnya seorang raksasa bernama Maya Danawa.

2)Zaman Islam
Kesusastran zaman Islam banyak berkembang di daerah Selat Malaka dan Jawa. Beberapa contoh Kitab Kuno Zaman Islam diantaranya, yaitu :
Hikayat.
Karya sastra yang isinya beraneka ragam. Pada hakekatnya Hikayat adalah cerita dongeng belaka. Banyak bersifat supranatural, seperti : Hikayat Raja Pasai dan Hikayat Silsilah Perak.
Babad, diantara beberapa Kitab Kuno yang dapat dikatakan sebagai Babad yaitu :
Hikayat Raja Pasai
Melihat isinya kitab ini digolongkan sebagai Babad karena kitab ini dimaksudkan sebagai sejarah tradisional. Kitab ini berisi tentang sejarah Kerajaan Pasai dari awal berdiri hingga ditaklukkan Kerajaan Majapahit.

Sejarah Melayu.
Kitab ini ditulis Bendhara Tun Muhammad, Patih Kerajaan Johar, atas perintah dari Raja Abdullah. Kitab ini dimaksudkan untuk sejarah.

Hikayat Hasanuddin.
Hikayat ini disebut juga Daftar Sejarah Cirebon dan Kitab Silsilah Segala Maulana di tanah Jawa. Kitab ini merupakan saduran dari Kitab Banten Rante-rante mengisahkan Parawali di Jawa serta keturunan mereka.

c. Perkembangan Penulisan Sejarah di Indonesia.
Historiografi (penulisan sejarah) Indonesia dibagi dalam tiga jenis, antara lain sebagai berikut.
Historiografi Tradisional
1)Historiografi Tradisional Kuno
Historiografi tradisional kuno mempunyai cirri-ciri sebagai berikut
a)Merupakan hasil terjemahan kebudayaan Hindu
b)Bersifat religiomagis
c)Bersifat keraton sentries
d)Untuk menaikkan martabat kasta brahmana
2)Historiografi Tradisional Tengah
Histiriografi tradisional tengah mempunyai cirri-ciri sebagai berikut.
a)Peristiwa terjadi di luar keraton
b)Bersifat etnosentris, berbentuk khas Jawa
c)Bersifat naratif konsepsional
d)Bersifat nonofficial
3) Historiografi Tradisional Baru
Historiografi tradisional baru mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a)Unsur-unsurnya bergaya Islam Jawa (mitologis)
b)Bersifat kronologi
c)Bersifat etnosentris
d)Bersifat feodalistik

Historiografi Kolonial
Historiografi kolonial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Sudut pandangnya Eropasentris atau Nerlandosentris
2) Isinya tentang kejadian-kejadian di Belanda
3) Tokoh-tokoh sejarahnya merupakan orang-orang Belanda
4) Orang-orang Indonesia hanya dianggap sebagai objek sejarah
Historiografi ini pada saat Indonesia berada di bawah pemerintahan colonial sehingga penulisan sejarah digunakan untuk kepentingan penjajah. Tokoh-tokoh penulis Belanda tentang sejarah Indonesia antara lain J.J. Meinsma, A. Pompe, Stepel, dan De Graaf.

Historiografi Nasional
1)Seminar Sejarah Nasional I
Seminar ini diselenggarakan pada tahun 1957 di Yogyakarta, karena melihat pentingnya penyusunan Sejarah Nasional Indonesia. Muhammad Yamin dan Soedjatmiko mengemukakan perlu adanya penggantian sudut pandang sejarah. Hal tersebut diperjelas oleh Sartono Kartodirdjo tentang metodologi penulisan Sejarah Nasional Indonesia.
2)Seminar Sejarah Nasional II
Seminar ini juga diselenggarakan di Yogyakarta pada tahun 1970. pada waktu itu Sartono Kartodirdjo kembali memberikan pendapatnya tentang ciri-ciri historiografi nasional Indonesia.
Ciri-ciri historiografi nasional Indonesia menurut Sartono Kartodirdjo antara lain sebagai berikut.
a)Memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat di Indonesia
b)Menggunakan pendekatan dari berbagai ilmu
c)Menerapkan sejarah analitis
d)Tidak mengabaikan sejarah lokal

Tidak ada komentar: