Senin, 22 Februari 2010

Gedung Setan


Gedung Setan menunjuk sebuah Bangunan tua, berwarna putih kusam, kurang terawat yang terletak di Kampung Banyu Urip Wetan IA No 107, Surabaya. Bangunan dengan luas 400m2 dan terdiri dari dua lantai kini dihuni lebih kurang sejumlah 40 kepala keluarga atau sekitar 150 jiwa, kebanyakkan dari etnis Tionghoa dan beberapa diantaranya blasteran Tionghoa-Jawa.
Posisi Gedung Setan sangat strategis karena berada tidak jauh dari jalan raya. Kalau anda melewati kawasan Kupang dari arah Selatan maka tepat disebelah kiri anda akan disuguhi pemandangan yang ”vulgar” gedung ini. Sebuah ekspose peninggalan tempoe doeloe yang masih tegar berdiri diabad 21. Tapi mengapa gedung ini rasanya masih seperti belasan tahun silam?

Asal muasal gedung ini menyandang nama yang cukup menyeramkan ”gedung setan” belum diketahui secara otentik namun dari cerita-tutur warga setempat nama tersebut berasal dari pemilik gedung sendiri, ceritanya setelah dihuni puluhan tahun ternyata gedung ini menjadi dihuni burung walet. Agar sarang burung walet aman dan tidak dijarah maka gedung ini diberikan identitas sebagai “Gedung Setan”. Perlu diketahui kawasan sekitar gedung dikenal rawan kriminalitas sejak dahulu.
Diperkirakan bangunan gedung ini sudah ada sejak masa pendudukan Belanda sebelum perang kemerdekaan. Yang mempunyai hak milik atas gedung setan adalah pengusaha bernama Teng Kun Gwan atau dikenal dengan nama Gunawan Sasmito (keturunan ketujuh dari pemilik gedung).
Gedung setan pada zaman dulu merupakan kompleks tempat persemayaman warga Tionghoa dan letaknya berada dalam satu kompleks dengan pemakaman Cina. Rasa-rasanya Gedung setan ini amat berjasa bagi warga Tionghoa.Para penghuni “Gedung Setan” menempatinya secara turun-temurun, sejak awal gedung ini menjadi tempat penampungan para pengungsi keturunan etnis Cina-Jawa, sekitar tahun 1948-1949.
Setelah peristiwa G30S PKI melanda tanah air, ‘Gedung Setan’ ini menjadi tempat bong-bong Cina dan lama kelamaan berubah menjadi perkampungan dan rumah-rumah penduduk. Sampai saat ini para penghuni awal dan keturunannya masih terus menempati gedung ini.
Sudah ratusan kali rasanya melewati gedung setan ini tapi saya merasa beruntung karena pernah mengunjungi langsung gedung ini, sejak lantai satu terkesan agak menyeramkan, umumnya para penghuni membagi ruang dengan cara menyekat-sekat bahkan Karena keterbatasan ruangan maka ada ruangan yang bersifat multifungsi. Beberapa kamar-kamar dari penghunipun terlihat sederhana. Dilantai dua terdapat tempat ibadah warga yaitu Gereja Pantekosta. Mayoritas warga penghuni beribadah digereja ini.
Hal yang diluar dugaan adalah terbangunya ikatan sosial yang sangat kuat diantara para penghuni, mereka hidup rukun satu sama lain. Modal sosial (social capital) yang terbangun antar penghuni diekspresikan antara lain dengan merawat kebersihan gedung semampunya, saling bantu-membantu antar sesama penghuni, dll. Trust menjadi kunci keharmonisan dari komunitas Gedung Setan , hal demikian bisa dimaklumi karena para penghuni sudah menjadi sebuah komunitas yang telah berinteraksi puluhan tahun.
Para penghuni selama ini dikernakan beban PBB (Pajak Bumi Bangunan) oleh pihak Pemerintah Kota Surabaya. Dulunya para penghuni sempat diminta membayar uang sewa pada dinas perumahan surabaya, karena saat itu gedung ini dianggap sebagai aset pemkot Surabaya. Kita semua berharap ada perhatian dari berbagai pihak tentang status gedung setan, sehingga tidak semakin merana dan tidak mungkin pula rusak dan runtuh. Disisi lain masih ada ratusan warga telah tinggal dan menetap disana sejak puluhan tahun silam

Tidak ada komentar: