Selasa, 23 Februari 2010

Materialisme Historis dan VOC di Indonesia


Materialisme historis Karl Marx menyatakan bahwa menurut hukum sejarah, masyarakat mesti berkembang dari feodalisme melalui kapitalisme, menuju ke sosialisme, lalu komunisme. Dan menurut analisis Marx terhadap cara produksi kapitalis, kapitalisme niscaya akan runtuh karena kontradiksi-kontradiksi internalnya.
Teori Marx ini, pada dasanya merupakan suatu filsafat sejarah. Yang khas dalam Marxisme adalah, filsafat sejarah Marx dapat diberi suatu dasar empiris. Dengan perkataan lain, dapat dan malahan harus digunakan kontrol empiris untuk menentukan syarat-syarat obyektif yang berlaku bagi berlangsungnya revolusi.
Di Indonesia
Dalam konteks Indonesia, kapitalisme yang pertama menjajah Indonesia adalah VOC Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur). Setelah Belanda merdeka dari penjajahan Perancis, maka yang menjadi unjung tombak imperalisme di Indonesia adalah Kerajaan Belanda.

Karena VOC sudah begitu lama menjajah Indonesia, Kerajaan Belanda agak sulit untuk mengambil alih begitu saja. Maka lalu mengangkat bupati-bupati yang bukan dari keturunan ningrat atau kerajaan. Para Bupati ini tidak digaji, melainkan boleh mengambil pajak dari daerah kekuasaannya. Dan untuk jabatannya itu, biasanya mereka mendapat hadiah kuda yang bagus-bagus yang khusus didatangkan dari Eropa.
Karena VOC-lah yang mengawali kultur stelsel dengan membuka perkebunan-perkebunan di seluruh Nusantara, maka guna secara halus merebut perkebunan-perkebunan itu dari VOC, pemerintah Kerajaan Belanda kemudian mengangkat seorang Walikota di kota-kota kabupaten yang memiliki perkebunan. Dan walikota-walikota awal yang diangkat tersebut adalah orang-orang yang berkebangsaan Belanda, agar mudah mengontrolnya.
Bahwa perkembangan kapitalisme melalui imperalisme-menuju ke sosialisme lalu ke komunisme, ternyata tidak mengikuti ramalan ini, menunjukkan bahwa analisis Marx belum lengkap. Teori imperialisme memenuhi kekosongan ini dengan menyatakan bahwa kapitalisme harus melalui suatu tingkat perkembangan yang oleh Marx belum diperhatikan, yaitu imperialisme.
Secara sederhana isi teori imperialisme manyatakan bahwa, melalui imperialisme, kapitalisme seakan-akan mengekspor kontradiksi-kontradiksi internalnya ke bagian dunia lain sehingga keruntuhannya dapat tertunda.
Dalam pandangan Marxisme, teori imperialisme merupakan aktualisasi analisis Marx terhadap kapitalisme dalam kondisi-kondisi masyarakat kapitalis pada permulaan abad 20. Sebenarnya, pokok-pokok teori imperialisme sudah diajukan oleh ahli ekonomi Inggris, John Hobson, tetapi pemikirannya baru mulai diperhatikan sesudah menjadi bagian dalam teori perjuangan Marxisme.
Menurut Luxemburg, kapitalisme terpaksa mencari pasar-pasar di luar negeri karena massa rakyat dalam negeri semakin tidak mampu untuk membeli hasil-hasil produksi kapitalistik yang terus meluas. Jadi kolonialisme dan imperialisme adalah pemecahan masalah produksi berlebihan. Dengan demikian, kapitalisme dapat menunda keambrukannya, tetapi tidak dapat mengatasinya.
Karena apabila seluruh dunia sudah dijajah oleh negara-negara kapitalistik, niscaya persaingan di antara kapitalis dalam merebut pasar-pasar yang masih tersisa akan semakin tajam, sehingga perang-perang imperialistik antara negara kapitalistik tidak terelakkan.
Teori imperialisme menjadi latar belakang teori-teori dependensi yang muncul dalam tahun 1960-an, yang mengangkat kembali masalah-masalah under-development ke dalam diskusi teoritis dan politis serta memberikan dorongan penting dan tetap untuk meneliti asal-usul dan proses-proses keterbelakangan, kaitan-kaitan ekonomis-politis dan batas-batas orientasi di luar faktor ekonomis.
Diambil dari tulisan Soedarsono Esthu Sa’ Tjiptorahardjo

Tidak ada komentar: